Indonesia sebagai negara berkembang, mempunyai sejarah yang pahit tentang peperangan. Tidak perlu terlalu spesifik menunjuk pada suatu negara atau kelompok manapun, semua orang akan berpendapat sama jika berbicara tentang perang, bahwa tidak ada hal baik yang kita dapat dalam peperangan.

     Terlepas dari politik yang menjadi dasar utama sebuah peperangan, ketakutan yang timbul sebelum pecahnya sebuah perang, jika dimanfaatkan dengan baik, akan menjadi sebuah lecutan dahsyat yang mempercepat kemajuan teknologi dalam berbagai bidang yang nantinya berguna bagi dunia.

     Peperangan merupakan keputusan yang meninggalkan banyak pekerjaan rumah, baik bagi pemerintah, pasukan tentara, maupun warga negara itu sendiri. Ketika semua orang memusatkan perhatian pada garda depan, warga negara yang tetap tinggal memutar otak agar dapat menjaga negaranya tetap utuh. Pasukan garda depan pun mendapat tantangan yang sama beratnya. Dalam sebuah peperangan, masing-masing kubu mempersiapkan strategi untuk menjatuhkan musuh. Tujuan utamanya adalah menimbulkan ketakutan dan kekacauan, karena ketika sebuah organisasi terlalu tangguh untuk dihancurkan dari luar, biarkan ia hancur dengan usahanya sendiri.

     Inovasi teknologi berperan penting dalam usaha menyusun strategi ini. Segala daya dan upaya dilakukan untuk mempercepat terjadinya inovasi teknologi di bidang yang diperlukan untuk kegunaan militer. Pada saat seperti inilah para ilmuwan dan insinyur mendapat dukungan sekaligus tekanan yang mendorong terjadinya inovasi-inovasi yang sekarang kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari.

     Telegraf, rel kereta api, ultrasonik, operasi plastik, pesawat komersial, microwave, radar, komputer, dan internet adalah teknologi yang tujuan awalnya adalah untuk kepentingan dari peperangan tapi masih memiliki peranan penting hingga hari ini meski dengan kepentingan yang berbeda. Ketakutan terhadap strategi musuh dalam peperangan bukan merupakan alasan yang baik untuk digunakan sebagai pemantik terjadinya sebuah inovasi. Inspirasi dan motivasi yang terlepas dari rasa takut dan politisasi tentu saja memiliki nilai yang lebih tinggi dan lebih baik.

     Keputusan untuk menjustifikasi sebuah perang merupakan katalis perkembangan teknologi merupakan keputusan yang salah. Perang merupakan bukti bahwa ego dan keserakahan bisa dengan mudahnya memengaruhi sifat dan pemikiran dari perseorangan maupun golongan. Sebagai kaum intelektual yang menerima pendidikan yang layak, sudah sepantasnya kita mampu berpikir untuk memberikan semua kemampuan yang kita miliki untuk menciptakan dan menjaga perdamaian di dunia. Tidak selalu dengan perbuatan yang besar, perbuatan kecil pun bila dilakukan oleh banyak orang dan dilakukan secara terus-menerus dapat mengubah keadaan. Pada akhirnya, kita sebagai mahasiswa dan sebagai manusia ditantang oleh dunia untuk terus berinovasi, berkreasi, dan menjaga kedamaian secara sekaligus tanpa menjadikan konflik sebagai motif.

(brt/ Propulsi 2016)

Leave a Reply

Your email address will not be published.