Sebuah impian kecil dari sang proklamator Republik Indonesia yang impiannya sekarang masih tertinggal di bibir tanpa adanya usaha sungguh-sungguh dari para penerusnya. Impian tersebut tertuang dalam ucapan beliau yaitu “Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekadar menjadi jongos-jongos di kapal. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawati samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri”. Tentunya apa yang beliau impikan bukanlah sebuah kebohongan ataupun impian yang terlalu tinggi, mengingat keberadaan Indonesia sebagai negara maritim dan menjadi pusat dari perdagangan laut dunia. Masih ingatkah di benak kita bagaimana dahulu Indonesia menjadi pusat dari perdagangan dan transportasi laut di dunia ? Masih pantaskah kita bungkam dengan impian Ir. Soekarno akan menjadikan Indonesia negara maritim ? Bukankah kita perlu memberikan kado indah sebagai pertanda terimakasih atas usahanya membebaskan kita dari belenggu kolonial.

Indonesia pada zaman sekarang masih belum memberikan kado yang pantas bagi founder father Republik Indonesia. Masih banyak carut marut dalam tranportasi laut sebelum era Presiden Joko Widodo. Biaya dan waktu transportasi lautlah yang menjadi faktor utama carut-marut ini. Bayangkan bahwa harga suatu komoditas antara di Jawa dan Papua dapat menjadi 10x lebih mahal dikarenakan biaya dan waktu transportasi. Hal tersebut belum kita masukkan masalah para petugas yang bertindak korupsi ataupun melakukan pungutan liar yang makin menambah carut-marut permasalahan ini.

Pada tahun 2014, Presiden Joko Widodo manjawab tantangan ini dengan sebuah proyek “Tol Laut”. Tol laut dalam bahasa sederhana adalah cara agar terjadi sistem transportasi laut yang tersistem dan tanpa hambatan selayaknya jalan tol di darat. Proyek ini bisa dikatakan adalah proyek paling ambisius yang menjadi fokus utama Presiden Joko Widodo untuk mengembalikan kejayaan bangsa Indonesia di masa lalu sebagai bangsa pelaut. Ambisi ini terlihat dari jumlah dana yang disediakan pemerintah untuk menyokong proyek ini yang nilainya ratusan triliun.

Fokus dari tol laut ini adalah untuk membuat pemerataan pembangunan dan kesejahteraan antar pulau di Indonesia. Bayangkan jika melalui tol laut ini, biaya dan waktu transportasi terpangkas, harga komoditas dapat menjadi merata dan pembangunan di luar Jawa akan meningkat pesat. Selain itu dari tol laut ini membuka jalur bagi investor untuk menanamkan investasi pada tol laut. Tak tanggung-tanggung Presiden Joko Widodo menawarkan investasi kepada perusahaan Tiongkok dan Jepang. Namun perlu diingat bahwa dengan aliran investasi ini tidak membuat pemerintah lupa akan mengapa proyek Tol laut ini dibuat. Jangan sampai tol laut hanya akan menguntungkan bangsa asing ataupun golongan kelas atas.

Mimpi buruk dari penulis pada kalimat terakhir paragraf di atas kemudian menjadi kenyatan melalui kasus dwelling time di pelabuhan Belawan. Dwelling time yang harusnya berjalan singkat, harus berjalan selama 5,5 hari sehingga membuat biaya komoditas menjadi membengkak. Kasus tersebut diduga adalah sebuah kesengajaan. Hal yang tentu menciderai tekad Presiden Joko Widodo dalam proyek Tol Laut. Selayaknya sebuah keju yang tengah dicuri oleh seekor tikus. Jika kejadian ini terus berulang-ulang sehingga ukuran kejunya terus menerus berkurang. Lantas apa yang akan terjadi ? Tak ada yang tersisa pada keju tersebut. Seperti proyek Tol Laut jika hal itu terjadi, tak akan lagi harapan pada proyek ini atau bisa dikatakan dengan singkat bahwa “Proyek Tol Laut ini gagal”. Sehingga dalam mendukung proyek ini tidak hanya mengandalkan para pelaku transportasi tetapi juga para pelaku politik ataupun petugas-petugasnya. Diharapkan kasus semacam dwelling time di pelabuhan Belawan ini tidak terjadi lagi.

Sejauh pengamatan penulis proyek ini menghasilkan banyak kemajuan bagi Indonesia seperti berangsur-angsur turunnya harga komoditas di Indonesia bagian timur. Semua harapan masyarakat Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim tentu terdapat pada pundak para pejabat pemerintahan. Jangan sampai harapan ini dikhianati dan menjadikan tidak ada yang tersisa dari apa yang diharapkan pada proyek tol laut. Atau dapat penulis katakan sekali lagi jangan sampai proyek ini menjadi sebuah “proyek gagal” ataupun menjadi ladang korupsi para pejabat nakal pemerintahan. Tentu masyarakat juga harus berperan aktif dalam mengawal proyek ini agar sampai pada tujuannya.

(Azh/Propulsi 2017)

Leave a Reply

Your email address will not be published.