Sejak beberapa waktu lalu, integritas merupakan suatu hal yang sering dielu-elukan oleh masyarakat. Integritas selalu dianggap sebagai standar konsistensi seseorang. Generasi muda yang dinggap sebagai pelopor perubahan bangsa dituntut untuk mempunyai integritas sebagai syarat utama. Tapi apakah kita telah memiliki suatu integritas yang hakiki?

     Integritas bukanlah suatu reputasi atau soal popularitas semata. Integritas merupakan suatu kesesuaian antara perkataan dan perbuatan, menjunjung tinggi nilai luhur, dan keteguhan untuk mempertahankan kejujuran. Apakah kita sebagai generasi muda memiliki hal ini? Kenyataannya tidak. Banyak orang yang menyerukan integritas namun tidak dibarengi dengan nilai-nilai luhur yang harusnya diterapkan.

     Salah satu hambatan besar integritas adalah budaya pragmatis. Dalam era digital seperti ini, banyak orang yang memilih untuk menggunakan cara instan. Tidak sedikit dari kita bahkan melupakan arti penting dari sebuah “usaha”. Tak jarang mereka menghalalkan segala cara untuk mencapai kesuksesan.

     Ketika segala kemudahan telah didapat, akankah integritas masih kokoh berdiri? Budaya pragmatis bak pisau bermata dua. Ia bisa menjadi manfaat ketika digunakan untuk inovasi dalam pembangunan. Tapi sebaliknya jika digunakan untuk mencari jalan pintas, maka kita telah berbuat curang.

     Dimuai dari hal kecil seperti mencontek, titip absen, bahkan copy-paste untuk menyelesaikan tugas sudah bukan merupakan hal tabu bagi kalangan pelajar masa kini. Ditambah dukungan dari lingkungan sehingga hal itu bukan merupakan fenomena yang tidak terhindarkan. Bahkan dengan menjadikan nilai solidaritas sebagai “tameng” untuk melakukannya.

     Dalam Teori Chaos, ada satu istilah yang disebut dengan Butterfly Effect. Istilah ini pertama kali dipakai oleh Edward Norton Lorenz, merujuk pada pemikiran bahwa kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brazil dapat menghasilkan tornado di Texas beberapa bulan kemudian. Kepakan sayap kupu-kupu secara teori menyebabkan perubahan-perubahan sangat kecil dalam atmosfir bumi yang akhirnya mengubah jalur angin ribut (tornado) atau menunda, mempercepat, bahkan mencegah terjadinya tornado di tempat lain. Kepakan sayap ini merujuk kepada perubahan kecil dari kondisi awal suatu sistem, yang mengakibatkan rantaian peristiwa menuju kepada perubahan skala besar.

     Jika dikaitkan dengan persoalan sebelumnya, Butterfly Effect ini bisa saja terjadi jika kita menyepelekan hal-hal kecil. Mungkin banyak orang memandang bahwa mencontek atau titip absen bukanlah hal yang harus dicegah dan dikhawatirkan secara serius, karena itu hanya “perbuatan kecil”. Tapi, tanda disadari, perbuatan itu telah meruntuhkan integritas seseorang, yang mana jika tidak dilawan, akan terus tumbuh menjadi sebuah kebiasaan. Kita tidak pernah tahu, bahwa perbuatan kecil seperti mencontek bisa berakhir menjadi pengorupsian uang secara besar-besaran. Semua ini tidak hanya dilihat dari tindakannya, tetapi juga nilai integritas yang tidak lagi dijunjung.

     Coba tanyakan pada diri kita sendiri, apakah kita ingin menjadikan bangsa kita ini “bangsa yang instan”? Bangsa yang selalu siap untuk menghalalkan segala cara?

     Janganlah merasa rendah diri ketika memperoleh hasil yang kurang maksimal. Tapi banggalah dengan proses yang kalian lakukan. Karena suatu proses tidak pernah mengkhianati hasil. Jadilah generasi muda yang terus hidup, terus berproses.

“Hidup itu proses, proses itu hidup.” – Anonin

(kza/ Propulsi 2016)

Sumber

Leave a Reply

Your email address will not be published.